Mitologi Ebu Gogo

bukupediahewanmitos - Flores menyimpan banyak spesies cindera mata dan manusia purba yang bisa menjadi panduan agar kita bisa berevolusi menjadi lebih terdepan.Pada kesempatan kali ini kami akan memberikan beberapa artikel yang berkaitan tentang pembahasan mengenai Ebu Gogo Si Kanibal Proto Manusia. Berikut ini akan kami berikan beberapa ulasan dan pembahasan yang berkaitan mengenai Ebu Gogo Si Kanibal Proto Manusia

Mitologi Ebu Gogo









Ebu Gogo adalah sekelompok makhluk mirip manusia (humanoid) yang muncul dalam mitologi Flores, Indonesia. Dalam bahasa yang digunakan suku Nage, ebu berarti “nenek” dan gogo berarti “dia yang memakan apapun”.Penduduk suku Nage di Flores menggambarkan Ebu Gogo sebagai makhluk setinggi 1,5 meter yang memiliki hidung lebar dan datar, wajah lebar dengan mulut besar, dan tubuh dipenuhi bulu.Ebu Gogo betina (atau perempuan) memiliki payudara panjang dan terjumbai.Mereka dikatakan telah bergumam atau berbisik dalam apa yang diangggap sebagai bahasa mereka sendiri, dan dilaporkan bisa mengulangi atau menirukan perkataan yang dikatakan kepada mereka, seperti yang dilakukan burung kakatua.Menurut jurnal Nature, legenda yang berkaitan dengan Ebu Gogo secara tradisional dikaitkan dengan monyet.Penduduk suku Nage percaya bahwa Ebu Gogo masih hidup saat kedatangan kapal perdagangan milik Portugis pada abad ke-17, dan beberapa di antaranya berpendapat bahwa mereka bertahan hidup sampai akhir abad ke-20, namun sekarang mereka tidak pernah terlihat lagi.

Ebu Gogo diyakini telah diburu hingga punah oleh penduduk Flores.Mereka percaya bahwa pemusnahan yang memuncak sekitar tujuh generasi yang lalu, disebabkan karena Ebu Gogo telah mencuri makanan dari tempat tinggal manusia dan menculik anak-anak manusia.

Sebuah artikel dalam New Scientist (Vol. 186, No. 2504) ikut memberitakan cerita rakyat Flores tentang Ebu Gogo.Pada abad ke-18, penduduk Nage di Flores Tengah, menceritakan bagaimana penduduk desa “memusnahkan” Ebu Gogo dengan cara menipu mereka dengan memberikan hadiah berupa serat palem untuk membuat pakaian.Ketika Ebu Gogo mengambil serat itu ke gua mereka, penduduk desa melemparkan “puntung berapi” (atau potongan kayu terbakar) untuk membuatnya terbakar.Cerita itu berlanjut dengan semua penghuni (gua) itu terbunuh, kecuali mungkin satu pasangan yang berhasil melarikan diri ke bagian hutan terdalam, dan keturunannya mungkin masih tinggal di sana.

Ada juga legenda tentang penculikan Ebu Gogo terhadap anak manusia, dengan harapan bisa belajar cara memasak dari mereka.Dalam kisahnya, Anak-anak selalu dengan mudah mengecoh Ebu Gogo.Penemuan sisa-sisa hominin (kerabat dekat manusia) setinggi sekitar satu meter di Flores, yaitu homo floresiensis, yang mungkin telah telah berusia 50.000 tahun, sepertinya telah menginspirasi kisah dari legenda Ebu Gogo.Profesor antropologi di University of Alberta (Kanada), Gregory Forth, telah menyatakan bahwa mitos “manusia liar” sudah menjadi hal yang biasa terjadi di Asia Tenggara.

Dia telah mempelajari bahasa dan ritual mereka, dan berspekulasi bahwa homo floresiensis merupakan bukti bahwa kisah Ebu Gogo dan makhluk serupa lain, seperti orang pendek di Sumatra, mungkin berakar pada kenyataan bahwa mereka dulunya pernah hidup berdampingan dengan manusia, bukan hanya makhluk mitos semata.Ebu Gogo mirip manusia: mereka berdiri tegak dan tidak punya ekor namun badan mereka berbulu dan wajah mereka mirip kera dan orang utan, dengan gigi taring yang besar. Yang perempuan punya susu yang panjang – begitu panjang sehingga susu mereka bisa dibentangkan di bahu dan anak mereka boleh susu dari belakang. Ebu Gogo hanya punya tinggi satu meter tapi mereka sangat kuat dan lari sangat kencang, jadi manusia tidak bakal bisa mengejar dan menangkap mereka.

Mungkin sekitar 50 orang Ebu Gogo hidup di gua Lia ‘Ua, satu kilometer dari kampung asli ‘Ua. Gua itu sangat besar dan punya lorong masuk hingga satu kilometer panjangnya menuju pintu keluar bagian timur. Ebu Gogo tidak mengenal alat-alat atau perkakas atau senjata, juga tidak mengenal api. Mereka makan mentah makanan yang mereka dapati, tidak pernah mandi jadi bau badan luar biasa. Manusia bisa mendeteksi mereka lewat bau. Ebu Gogo mencuri makanan dari kebun dan gubuk orang ‘Ua. Kadang-kadang mereka muncul di tempat pesta di kampung ‘Ua atau permukiman-permukiman kecil di sekitar. Orang-orang di kampung lalu memberi makanan untuk bangsa Ebu Gogo ini, mereka lalu makan semuanya.Karena rakus dan tidak mau menanam, bangsa Ebu Gogo juga mencaplok perahu yang berisi labu dan kerang kelapa. Saat menghadiri pesta, Ebu Gogo mempertunjukkan sejenis tarian dengan formasi melingkar. Mereka bisa bicara namun berbeda dengan bahasa orang Nage sehingga sulit dimengerti.

Suatu saat, seorang Ebu Gogo perempuan ditangkap saat mencuri di wilayah salah satu leluhur ‘Ua bernama Huma Leli. Sebelum memulai perampokan, dia meninggalkan bayinya di gubuk milik Huma; dan ketika itu Huma pulang ke gubuknya dan menemukan bayi itu. Huma lalu menikam mati bayi Ebu Gogo itu dengan dahan sawit. Ibu dari bayi itu akhirnya datang untuk mengambil bayinya tapi kaget karena digongong anjing. Ebu Gogo sangat takut dengan anjing. Mereka juga takut pada sisir rambut kepala yang terbuat dari bambu. Ebu Gogo perempuan itu lalu berteriak bahwa anjing Huma telah menggigit mati bayinya lalu melarikan diri sambil membawa bayinya yang telah mati itu.

Akibat cara hidup mencuri itu, orang ‘Ua kemudian memutuskan untuk membasmi Ebu Gogo. Suatu ketika, setelah Ebu Gogo menghadiri sebuah pesta, kelompok laki2 ‘Ua menuggu hingga seluruh Ebu Gogo telah kembali ke gua mereka. Orang-orang ‘Ua tadi lalu menutup pintu keluar bagian timur dan melempar sekitar 500 koli ijuk di pintu masuk Lia ‘Ua. Mereka bilang Ebu Gogo untuk menggunakan ijuk-ijuk buat alas tidur atau tikar.Karena bodohnya, Ebu Gogo justru membungkus ijuk-ijuk itu pada badan mereka. Setelah semuanya membungkus ijuk di badan, orang ‘Ua lalu melempar puntung berapi ke arah Ebu Gogo, tentu kebakaran besar di tempat itu tak terhindarkan, seluruh Ebu Gogo mati terpanggang dalam gua.Hanya menyisakan sepasang Ebu Gogo karena mereka sedang pergi mencari makanan. Sepasang Ebu Gogo ini melarikan diri ke gunung ‘Ua, di wilayah Tana Wolo. Setelah Ebu Gogo dibasmikan, segerombolan besar belatung keluar dari gua Lia ‘Ua dan merayap hingga setengah kilometer, lalu akhirnya mati tersengat panas matahari.)